Untuk Mereka

Jumat, 29 Juli 2011

Puing Puisi


Lihatlah Tuan

Aku hanyalah puing yang tersisa dari sisa kemerdekaan
Apakah itu Aku?
Ataukah hanya kelabu..                                tidak
Ku pastikan itu bukan untuk tidak
Hanya ini yang ingin ku ceritakan
Bercerita untuk mereka yang tlah tiada

Mereka hanya ingin hidup merdeka dari sisa deritaNya
Bernyanyilah untuk semua demi cerita
Membangun sebuah kisah
Kisah mereka yang ada di dalam Istana Negara
Mereka yang hanya melihat “mereka” dari jendela

Aduh . . . sejuknya aroma Istana
Di damping ribuan selir Sang Raja
Raja yang bisu dan tuli
Keringat mereka bercampur darah
Keringatnya luka dendam
Teriaknya lontarkan derita  sya lala lala . . .
Tuan coba dengarkan

Senin, 25 Juli 2011

Ternoda oleh titik koma


Sekali melangkah kau lepas kasih
Dan kau relakan ia hinggap di taman yang lain

                Ini sedikit cerita dari si Putera yang sanggup memendam sebuah arti dalam kehidupan yang menekan benaknya. Ini adalah tretan (saudara) saya dari Madura yang kebetulan kami bertemu dari awal usaha yang saya jalani kini yaitu sablon. Bocah satu ini sudahmenjalani kisah cinta dengan pacarnya selama 6 tahun, namun di tengah perjalanan ternyata sekuat-kuatnya lambung kapal masih juga bisa bocor akibat goresan selama perjalan yang kemudian tenggelam. Kedua insane ini tenggelam dalam bimbang, galau, dilemma, dan perasaan yang begitu menekan satu sama lainnya.
                Satu kisah yang tidak pernah di harapkan oleh kedua insane ini ternyata menyapu kedua insane bagai ombak yang menyapu susunan-susunan karang kecil di pantai yang indah. Entah apa yang terjadi juga saya sedikit sulit untuk memahami apa yang terjadi dengan kedua insane waktu itu lewat cerita Si Putera. Sebagai sobat yang baik saya hanya bisa mendengarkan satu per satu dari cerita yang di kisahkan menjadi satu curahan hati.  Ceritanya begitu miris dan menyentuh namun akan tetap seperti pada pendirian, sakit hati adalah kematian jadi sakit hati, putus asa, sakit karena cinta… adalah satu masa menuju kematian awal.      Nampaknya sobat`ku ini tidak pernah berhenti sedikitpun untuk mencintai kekasihnya yang kini sudah hinggap di taman lain itu.
                Dan lagi-lagi inilah hidup yang seperti saya pernah katakana pada Ibu saya, apakah arti dari kenyataan hidup dan kehidupan nyata.

Tenggelam
Dalam satu angan yang tak akan terkisahkan
Dari pancaran sinar yang merona
Tak akan pernah berhenti dari sebuah jalan
Tak akan pernah dan tak pernah terhenti
Hingga kelabu tak lagi menjadi abu

                Catatan ini ku ketik dengan layar yang sangat kecil sehingga sobat saya ini tidak dapat membacanya. Karena sebenarnya sobat ini begitu rapuh dan terpuruk, namun satu kebanggaan saya memiliki sobat seperti dia… bocah ini masih mampu untuk menghibur dirinya melalui ejekan-ejekan dan kata-kata yang menghibur dirinya sendiri.

Untuk Tretan
“maaf sobat kau ku libatkan dalam catatan yang ku kisahkan, ini hanyalah catatan dari ketikan jari-jari yang berdosa. Jari-jari yang penuh tamparan dari Tuhan.. inilah aroma kenyataan hidup dan kehidupan nyata sobat. Semua memang tak akan pernah sama.. yakinlah.. kau bisa…. Untuk Tretan Alen Putera Pamungkas”.


Catur. Ws
Juli 2011

Minggu, 03 Juli 2011

Betapa mengerikan Kutukan Matahari bagi budak


Seruan dari alam mengairi tanah perjanjian
Dengan darah bagai balita serigala
Seperti matahari mereka yang di kutuk ketajaman mata iblis
Yah… yahh… ya itu hanya karena ulah
Bagaimana akan Pencipta mengerti tangisan mereka
Merintih,, di atas langit angsa merah
Ini menjadi tahun kemarahan semata
Lebih menakutkan dari kisah raja-raja

Jika mereka mati tak hanya ada lagi yang menghianati
Merah hanya tak akan menjadi suci
Seperti budak mereka kaum romawi !!!

Usapkan`lah………  sistim kerajaan
Punahkan`lah,,,enyahkan dari kedua bola mata

Aku tak semata berdoa memohon
Aku tak semata berdiri menantang
Hanya saja mereka dating MELAWAN !!!